OLEH
:
ANNISA
DIVA SITI NURBARANI
1701414004
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
COKROAMINOTO PALOPO
2017/2018
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Dan harapan saya semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Palopo,
8 April 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengetahuan awal siswa umumnya bersifat resisten, oleh
karena itu pengetahuan awal siswa harus benar-benar diperhatikan oleh guru
sebelum pembelajaran dimulai. Pengetahuan awal siswa merupakan gagasan-gagasan
yang terbentuk dari pembelajaran informal dalam proses memahami pengalaman
sehari-hari. Sebagian besar dari gagasan-gagasan ini lebih bersifat sebagai
pengetahuan sehari-hari daripada sebagai pengetahuan ilmiah.
Banyak peserta didik yang salah
menangkap apa yang diberikan oleh gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan tidak begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan
sendiri oleh peserta didik tersebut. Peran guru dalam pembelajaran bukan
pemindahan pengetahuan, tetapi hanya sebagai fasilitator, yang
menyediakan stimulus baik berupa strategi pembelajaran, bimbingan dan
bantuan ketika peserta didik, mengalami kesulitan belajar, ataupun menyediakan
media dan materi pembelajaran agar peserta didik itu merasa termotivasi,
tertarik untuk belajar sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan ahirnya peserta didik
tersebut mampu mengkontruksi sendiri pengetahuaanya.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa
pengertian dari epistemology dan teori
belajar?
2)
Apa
persamaan epistemology dan teori
belajar?
3)
Bagaimana
pemikiran Plato dan Aristoteles mengenai
belajar?
4)
Apa saja
Aliran-aliran awal psikolog?
1.3 Tujuan Makalah
1)
Untuk mengetahui pengertian
epistemology dan teori belajar
2)
Untuk mengetahui persamaan
epistemology dan teori belajar
3)
Untuk memahami plato dan
aristoteles mengenai belajar
4)
Untuk mengetahui dan
memahami Aliran-aliran awal dalam psikolog
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Epistemologi dan Teori Belajar
Secara linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu:
kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti
teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang
pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of
knowledge.[1][2] Istilah epistemologi secara etimologis diartikan
sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia disebut
filsafat pengetahuan.
Epistemology merupakan cabang filsafat yang
berkaitan dengan hakikat pengetahuan. Banyak sekali pertanyaan tentang
pengetahuan. Entah apa itu pengetahuan? Apa batas pengetahuan? Pertanyaan tentang
apa itu pengatahuan sudah ada sejak zaman yunani kuno. Dalam hal ini tokoh yang
berpengaruh terdapat filsafat tersebut ialah Plato dan Aristoteles.
Dengan mempelajari epistemologi, kita dapat
memiliki pemahaman yang jauh lebih mendalam mengenai suatu pengetahuan
dibandingkan jika kita hanya menerima dan memahami fakta-fakta pengetahuan saja
sehingga kita berpeluang besar untuk menemukan hal-hal atau teori baru.
Contoh epistemology secara sederhana yaitu ketika
mempelajari gaya graitasi, kita tidak hanya mempelajari pengertian, rumus-rumus
gravitasi, dan lain sebagainya. Kita juga akan mempelajari asal-usul
ditemukannya gaya gravitasi, sifat dan karakternya, serta validitas gaya
gravitasi dilihat dari bagaimana pengetahuan ini didapatkan.
Salah satu kajian epistemology adalah asal atau
sumber pengetahuan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperoleh
pengetahuan diantaranya emperisme, rasionalisme, fenomenalisme, intusionisme,
dan dialektis. Metode empirisme merupakan metode untuk mendapatkan pengetahuan
melalui pengalaman yang dialami dan dirasakan manusia melalui panca indera.
Pada metode rasionalisme justru memandang bahwa
pengetahuan didapatkan dari akal manusia. Pengalaman merukan stimulus yang
kemudian diolah dalam akar pikiran manusia untuk menjadi pengetahuan.
Kemudian metode fenomenalisme, sesuai namanya
metode ini beranggapan bahwa pengetahuan didapatkan dari fenomena atau gejala
yang ditemui dalam kehidupan. Sementara itu pada metode intusionisme
berpendapat bahwa pengetahuan tidak hanya didapatkan dari pengalaman yang
dirasakan panca indera saja tetapi juga dari intuisi yang dirasakan ketika
mengalami suatu kejadian.
Dan terakhir metode dialektis yang berpendapat
bahwa pengetahuan didapatkan dari Tanya jawab atau diskusi yang berdasarkan
logika.
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana siswa
belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses dari belajar. Dan dari sini perlu di ketahui terlebih
dahulu apa itu gagasan awal belajar dari peserta didik. Ada tiga
perspektif utama dalam teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.
Ada
tiga golongan besar teori belajar yaitu teori belajar menurut ilmu jiwa daya,
teori belajar ilmu jiwa gestalt dan teori belajar menurut ilmu jiwa asosiasi.
Pengertian teori belajar menurut ilmu jiwa daya adalah bermacam-macam daya yang
ada pada manusia bisa dilatih untuk memenuhi fungsinya. Sebagai contoh adalah
melatih daya ingat dengan menghafal istilah asing
atau angka.
Sedangkan
pengertian teori belajar menurut ilmu jiwa Gestalt adalah belajar secara
keseluruhan lebih penting dan pada belajar bagian atau unsur. Berdasarkan
aliran ini belajar dimulai pada saat diperoleh insight dengan melihat hubungan
tertentu berbagai unsur dalam situasi tertentu. Insight ini tergantung pada
pengalaman, kesanggupan, kompleksitas suatu situasi, latihan dan kesalahan.
2.2 Persamaan
antara Epistemologi dan Teori Belajar
Persamaan antara Epistemologi dan
teori belajar yaitu keduanya tertuju pada proses belajar itu sendiri dan
keduanya bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan.
2.3 Pemikiran
Plato tentang Belajar
Plato percaya
bahwa adalah diwariskan dan karenanya merupakan komponen natural dari pikiran
manusia. Seseorang mendapatkan pengetahuan dengan merenungi isi dari pikiran
seseorang. Pikiran harus terlibat dalam instropeksi (perenungan) untuk
mengungkap pengetahuan yang diwariskan (427-347 SM:31).
Plato
menjelaskan pengetahuan itu diwariskan. Di dalam pelajaran bahasa daerah (Jawa)
terdapat berbagai macam aspek atau kurikulum yang dinilai. Diantaranya tembang,
pewayangan, menulis akasara jawa, gegurita dan sebagainya. Sebagai calon guru
bahasa daerah kita harus mengetahui terlebih dahulu apa potensi dan bakat yang
dimiliki oleh setiap peserta didik. Ada yang dari lahir, ada yang dari bakat
keluarga, bahkan mungkin ada yang belum memiliki bakat sama sekali.
Teori pengetahuan Plato ditunjukkan dalam The Meno. Plato
mengatakan bahwa sebenarnya kita itu tidak sedang belajar, melainkan bahwa
belajar adalah proses pengigat ataupun proses dimana kita disadarkan dan
diingatkan kembali apa yang telah lupa. Maka dari itu Plato mengatakan bahwa
kita sebenarnya telah mempelajari segala sesuatu dalam kehidupan sebelumnya,
sebelum kita benar-benar telah menjadi orang. Artinta, kita telah mempunyai
semua pengetahuan kita. Teori ini dapat disebut sebagai Teori Kenangan.
Jika Plato menyimpulkan teori ini berarti mungkin saja bahwa Plato percaya akan
namanya “Reinkarnasi”.
Karena Plato adalah murid Sokrates sehingga pengaruh
Sokrates dalam teori pengetahuan Plato juga sangat terperngaruh. Dalam arti
Sokrates, pengetahuan adalah universal (berlaku untuk semua) dan itu tergantung
pada konsep-konsep. Dan, jika kita lebih mengeksplorasi, konsep tergantung pada
alasan. Pengetahuan adalah pemahaman yang lengkap dalam dirinya sendiri. Plato
juga tidak berbeda dari titik Socrates bahwa “Pengetahuan adalah konsep,”
universal dan sama-sama benar untuk semua. Semua teori-teorinya itulah yang
mengagumkan dan lain dari pemikiran-pemikiran menyebabkan Plato disebut
sebagai “Filsuf Kedua”. Kemudian setelah Plato meninggal teori plato akan
dibawa oleh murid Plato sendiri yang bernama Aristoteles.(by Celine Steven
Nagara)
Guru
memilah-milah berbagai jenis potensi siswa. Kemudian ini bisa dimanfaatkan
untuk membentuk suasana aktif di dalam kelas. Guru meminta siswa yang sudah
memiliki bakat untuk mencontohkannya kepada teman-teman yang lain. Sehingga
mereka bisa berbagi ilmu satu dengan yang lainnya.
Teori Pengetahuan Kenangan
Menurut Plato setiap objek di dunia memiliki
idea tau bentuk abstrak yang menyebabkannya. Maksudnya semua unsure fisik yang
ada itu mempunyai asal usul. Diantaranya Kursi dari pohon yang melalui beberapa
proses sehingga menjadi benda yang berguna. Begitu juga dengan ilmu yang
memanfaatkan indrawi untuk memperoleh ilmu. Indrawi menghasilkan bentuk abstrak
atau ide abstrak melalui hal yang pernah didengar, dilihat, diraba dan
sebagainya. Sehingga ini bisa mengingatkan kita tentang apa-apa yang telah kita
ketahui.
Cara penerapan prinsip Teori Pengetahuan
Kenangan yang disampaikan oleh plato ialah, sebagai guru meminta siswa
mengingat kejadian di masa lampau yang berhubungan dengan materi. Misal setelah
liburan akhir semester guru bertanya kepada siswa apa yang dilakukan siswa
selama liburan berlangsung. Setelah siswa mengingatnya maka guru meminta
mengapresiasikannya ke dalam wujud cerita. Tentu ini sangat bermanfaat untuk
mengembangkan daya ingat dan kreativitas siswa.
2.4 Pemikiran
Aristoteles tentang Belajar
Aristoteles ini
adalah murid Plato yang awalnya menganut ajaran Plato yang kemudian berbeda
pendapat denganya. Perbedaannya adalah dalam sikap mereka terhada informasi
indrawi. Plato mengatakan informasi indrawi merupakan hal yang tak bisa
di percaya karena masi bersifat abstrak. Sedangkan Aristoteles mendukung
observasi empiris. Dia menganggap indrawi merupakan pengetahuan pikiran
yang kemudian perlu proses perenungan untuk menemukan hokum-hukum
yang ada di dalamnya. (384-322 SM :33)
Penerapan dari
pendapat Aristoles ialah masi sama dengan penerapan Plato. guru meminta siswa
mengingat kejadian di masa lampau yang berhubungan dengan materi. Kemudian guru
meminta siswa untuk menganalisis aspek-aspek dari pelajaran yang telah ada.
Guru meminta setelah liburan akhir semester guru bertanya kepada siswa apa yang
dilakukan siswa selama liburan berlangsung. Setelah siswa mengingatnya maka
guru meminta siswa untuk mengapresiasikannya ke dalam bentuk sosio drama. Guru
meminta mana bagian awal, konflik, klimaks, hingga penyelesaian. Tentu ini pun
juga sangat bermanfaat untuk mengembangkan daya ingat dan kreativitas siswa.
Selain pendapat dari Aristoteles dan
Plato masi banyak lagi pendapat para ahli mengenai pengetahuan dan gagasan
belajar.
Sebagai guru harus bisa mengondisikan kelas dengan baik. Menemukan strategi
belajar, materi, metode-metode yang tepat agar peserta didik bisa menangkap
ilmu dengan baik.
2.5 Mazhab Awal
Teori Belajar
Psikologi sebagai
sebuah ilmu akan selalu berkembang, seiring dengan berkembangnya mazhab-mashab
dan teori-teori baru yang bermunculan. Teori-teori yang muncul biasanya
merupakan kritik dari teori-teori sebelumnya. Memang, patut diakui bahwa titik
pandang (teori) dalam psikologi tidak ada yang sempurna, sehingga terbuka
kesempatan bagi ilmuwan untuk memberikan kritik dan masukan ataupun
penyempurnaan dari teori yang sudah ada.
Selama awal dekade
sejak berdirinya psikologi sebagai disiplin ilmu yang formal, terdapat tiga
aliran psikologi yang cukup populer. Aliran yang pertama tidak bertahan lama
dan segera dilupakan. Aliran kedua juga tidak bertahan lama kemudian juga
lenyap, namun tetap memiliki pengaruh terhadap psikologi. Aliran ketiga tetap
hidup hingga sekarang, terlepas dari perdebatan seru mengenai apakah aliran ini
masih dapat digolongakan sebagai ilmiah.
2.5.1
Psikoanalisis
Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud
(1856 – 1939). Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak
menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata Sigismund
adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia.
Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang
Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria
(Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The
Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1).
Psikoanalisis
bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran
dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat
menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot,
neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan
histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak
itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang
menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud
melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada
yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang
membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan
ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud
menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia,
antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang
tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi
keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka
keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego
lemah.
Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang
nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh
peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan
tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang
sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious).
2.5.2
Behaviourisme
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun
tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai
eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini
psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan
dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa
diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi.
Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo
mechanicus) yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning).
Sikap yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive
behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov
melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang
lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya.
Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut terbit air
liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging
disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu
dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak
disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response
dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.
2.5.3
Psikologi Humanistis
Aliran ini muncul akibat reaksi atas aliran behaviourisme
dan psikoanalisis. Kedua aliran ini dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas
mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga
setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme.
Salah satu tokoh dari aliran ini – Abraham Maslow –
mengkritik Freud dengan mengatakan bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah
jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap
sehat.
2.5.4
Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt berasal
dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang
utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah
bagian-bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan
mengakibatkan hilangnya gestalt itu sendiri. Sebagai contoh, ketika
melihat sebuah persegi panjang maka hal ini dapat dipahami dan dijelaskan
sebagai persegi panjang berdasarkan keutuhannya atau keseluruhannya dan
identitas ini tidak bisa dijelaskan sebagai empat garis yang saling tegak lurus
dan berhubungan.
Sejalan dengan itu, gestalt menunjukkan premis dasar
sistem psikologi yang mengonseptualisasi berbagai peristiwa psikologis sebagai
fenomena yang terorganisasi, utuh dan logis. Pandangan ini menjelaskan
integritas psikologis aktivitas manusia yang jelas. Menurut para gestaltis,
pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika dianalisis menjadi
komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada sebelumnya.
Gerakan gestalt lebih konsisten dengan tema utama dalam
filsafat jerman yakni aktivitas mental dari pada sistem Wundt. Psikologi
gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori nativistik yang mengatakan
bahwa organisasi aktivitas mental membuat individu berinteraksi dengan
lingkungannya melalui cara-cara yang khas. Sehingga tujuan psikologi gestalt adalah menyelidiki organisasi aktivitas
mental dan mengetahui secara tepat karakteristik interaksi manusia-lingkungan.
Hingga
pada tahun 1930, gerakan gestalt telah berhasil menggantikan model wunditian
dalam psikologi Jerman. Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung
lama kerena munculnya hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut
hijrah ke Amerika.
2.5.5
Psikologi Transpersonal
Psikologi transpersonal merupakan salah satu bidang
psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologi dengan
kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama. Konsep inti
dari psikologi transpersonal adalah nondualitas (nonduality), suatu pengetahuan
bahwa tiap-tiap bagian (misal: tiap-tiap manusia) adalah bagian dari
keseluruhan alam semesta.
Aliran psikologi yang memfokuskan diri pada kajian-kajian
transpersonal menamakan dirinya aliran psikologi transpersonal dan
memproklamirkan diri sebagai aliran ke empat setelah psikoanalisis,
behaviourisme dan humanistic. Psikologi transpersonal memfokuskan diri pada
bentuk-bentuk kesadaran manusia, khususnya taraf kesadaran ASCs (Altered States
of Consciosness). Sejak 1969, ketika Journal of
Transpersonal Psychology terbit untuk pertamakalinya,
psikology mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia.
Penelitian yang dilakukan untuk memahami gejala-gejala ruhaniah seperti peak
experience, pengalaman mistis, ekstasi, kesadaran kosmis, aktualisasi
transpersonal pengalaman spiritual dan kecerdasan spiritual (Zohar,2000).
Aliran
psikologi Transpersonal ini dikembangkan oleh tokoh psikologi humanistic antara
lain : Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh
dikatakan bahwa aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistic.
Sebuah definisi kekemukakan oleh Shapiro yang merupakan gabungan dari pendapat
tentang psikologi transpersonal : psikologi transpersonal mengkaji tentang
poitensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman,
perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi.
2.5.6
Strukturalisme
Di Amerika, ide-ide
Wundt dipopulerkan dengan cara yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa oleh
salah satu muridnya, E. B Titchener (1867-1927) yang menyebutkan pendekatan
Wunt dengan nama strukturalisme, seperti Wunt, para strukturalis
berharap dapat menganallisis berbagai sensasi, gambaran, dan perasaan ke dalam
elemen-elemen dasar. Sebagai contoh, ketika seseorang diminta mendengarkan
bunyi metronom dan melaporkan secara pola (seperti. KLIK klik klik KLIK klik
klik). Meskipun semua bunyi klik dari sebuah metronom tersebut pada
kenyataannya sama. Atau seseorang juga bisa diminta menguraikan semua komponen
cita rasa yang berbeda-beda ketika menggigit sebuah jeruk (manis, asam, basah,
dan sebagainya).
Terlepas dari program
penelitian yang intensif, strukturalisme mengalami nasib yang sama seperti
kisah dinasaurus. Setelah anda menemukan struktur-struktur pembangunan sensasi
atau imaji dan bagaimana mereka saling berkaitan, lalu apa? Bertahun-tahun
kemudian, setelah strukturalisme mati. Wolfgang Kohler (1959) teringat kembali
tentang bagaimana ia dan para rekan merespons hal itu ketika masih menjadi
mahasiswa: “apa yang dalu mengganggu kami adalah dampaknya, yaitu bahwa
kahidupan manusia yang tampaknya begitu berwarna dan sangat dinamis, ternyata
sebenarnya hanyalah sesuatu yang membosankan” kepercayaan strukturalisme pada
introspeksi yang dilakukan oleh para partisipasi juga menimbulkan persoalan
bagi mereka. Terlepas dari pelatihan yang telah diperoleh, para partisipan yang
melakukan instropeksi itu kerap memberikan laporan-leporan yang saling
bertentangan antara satu sama lain. Ketika ditanya gambaran apa yang muncul
dalam benaknya ketika mendengar kata segitiga, kebanyakan responden
menjawab bahwa mereka membayangkan suatu bentuk visual yang mempunyai
sudut-sudut sama, sedangkan responden lainnya mengatakan melihat suatu bentuk
tanpa warna yang melingkar dengan satu sudut lebih besar daripada sudut yang
lainnya. Sejumlah orang bahkan mengaku bahwa mereka bisa memikirkan segitiga
mengetahui atribut mental apakah yang mendasar bagi sebuah segitiga.
2.5.7
Fungsionalisme
Pendekatan ini
berawal dengan strukturalime yang senantiasa berusaha menganalisis dan
mendeskripsikan perilaku. Bila para
strukturalisme memperlihatkan apa yang terjadi organisme melakukan
sesuatu. Para fungsionalime mempermasalahkan bagaimana dan mengapa .
Mereka sedikit terinspirasi oleh teori-teori evolusi dari ahli biologi tidak
sekedar mendeskripsikan gerakan berpendapat bahwa pekerjaan para ahli biologi
tidak sekedar mendeskripsikan gerakan membusungkan bagaimana atribusi-atribusi
ini dapat mendukung kelangsungan hidup. Apakah hal-hal tadi membantu hewan
untuk menarik pasangan, atau menyembunyikan diri dari musuh? Demikian pula,
para fungsionalisme ingin mengetahui bagaimana berbagai perilaku dan proses
mental yang spesifik dapat membantu seseorang atau seekor hewan beradaptasi dan
proses mental yang spesifik dapat membantu seseorang atau seekor hewan
berpendapat dan proses mental yang spesifik dapat membantu seseorang atau seeko
hewan beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena itulah para fungsionalis
merasa bebas untuk mengambil dan memilih di antara berbagai metode yang ada.
Sebagai sebuah aliran
psikologi, fungsionalisme, seperti halnya strukturalisme, tidak berusia
panjang. Aliran ini kurang memiliki teori atau program penelitian yang tepat,
serta kurang mampu menarik pengikut. Akhirnya penelitian tentang kesadaran dan
konsep aliran ini tidak dapat bertahan. Meskipun demikian, penekanan para
fungsionalis terhadap penyebab dan dapat bertahan. Meskipun demikian, penekanan
para fungsionalis terhadap penyebab dan konsekuensi perilaku telah menentukan
perjalanan psikologi sebagai suatu ilmu yang ilmiah.
2.5.8
Psikologi Positif
Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang jiwa dan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dan
selama ini yang kita ketahui, bidang psikologi selalu menghadapi hal-hal yang
berhubungan dengan jiwa seseorang, misalnya penyebab orang mengalami gangguan
jiwa, mengapa orang bisa mengalami stress, dan lain-lain. Yang selalu
berhubungan dengan sisi negatif seseorang.
Sejak awal mula munculnya aliran psikologi (mashab
behaviorisme), manusia dipandang sebagai suatu mekanik yang penuh dengan banyak
masalah. Mashab ini kemudian melihat masalah yang ada pada manusia, belum lagi
dengan mashab psikoanalisis yang melihat kenangan masa lalu sebagai penyebab
penderitaan yang ada saat ini. Apapun itu, psikologi yang berkembang selama
bertahun-tahun lamanya lebih memedulikan kekurangan ketimbang kelebihan yang
ada pada manusia. Itulah sebabnya psikologi yang berkutat pada masalah sering
disebut sebagai psikologi negatif.
Psikologi positif berhubungan dengan penggalian emosi
positif, seperti bahagia, kebaikan, humor, cinta, optimis, baik hati, dan
sebagainya. Sebelumnya, psikologi lebih banyak membahas hal-hal patologis dan
gangguan-gangguan jiwa juga emosi negatif, seperti marah, benci, jijik, cemburu
dan sebagainya. Dalam Richard S. Lazarus, disebutkan bahwa emosi positif
biasanya diabaikan atau tidak ditekankan, hal ini tidak jelas kenapa demikian.
Kemungkinan besar hal ini karena emosi negatif jauh lebih tampak dan memiliki
pengaruh yang kuat pada adaptasi dan rasa nyaman yang subyektif dibanding
melakukan emosi positif. Contohnya, pada saat kita marah, maka ada rasa nyaman
yang terlampiaskan, rasa superior, dan sebagainya. Ada suatu penelitian
mengatakan bahwa marah adalah emosi yang dipelajari, sehingga dia akan
cenderung untuk mengulangi hal yang dirasa nyaman.
Psikologi positif tidak bermaksud mengganti atau
menghilangkan penderitaan, kelemahan atau gangguan (jiwa), tapi lebih kepada
menambah khasanah atau memperkaya, serta untuk memahami secara ilmiah tentang
pengalaman manusia.
Jadi intinya saat ini kita sudah mengenal yang nama nya
psikologi positif, ada baiknya kita merubah diri kita sedikit demi sedikit.
Sebisa mungkin kita lebih mengeluarkan emosi positif kita dibandingkan emosi
negatif kita. Maka hasilnya pun akan positif.
2.5.9
Psikologi Lintas Budaya (Cross Culture Psychology)
Psikologi lintas budaya adalah cabang psikologi yang
(terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas
pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda.
Dalam arti sempit, penelitian lintas budaya secara sederhana hanya berarti
dilibatkannya partisipasian dari latar belakang kultural yang berbeda dan pengujian
terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya perbedaan antara para partisipan
tersebut.
Dalam arti luas, psikologi lintas budaya terkait dengan
pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis bersifat
universal (berlaku bagi semua orang di semua budaya) ataukah khas budaya
(culture spscific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya tertentu)
(Matsumoto, 2004).
Pada umumnya penelitian psikologi lintas budaya dilakukan
lintas negara atau lintas etnis. Artinya sebuah negara atau sebuah etnis
diperlakukan sebagai satu kelompok budaya. Dari sisi praktis, hal itu sangat
berguna. Meskipun hal tersebut juga menimbulkan persoalan, apakah sebuah negara
bisa diperlakukan sebagai satu kelompok budaya bila didalamnya ada ratusan
etnik seperti halnya indonesia? Dalam posisi seperti itu, penggunaan bahasa
nasional yakni bahasa indonesia menjadi dasar untuk menggolongkan seluruh orang
indonesia ke dalam satu kelompok budaya. Pada akhirnya tidak ada kategori kaku
yang bisa digunakan untuk melakukan pengelompokan budaya. Apakah batas-batas
budaya itu ditandai dengan ras, etnis, bahasa, atau wilayah geografis, semuanya
bisa tumpang tindih satu sama lain atau malah kurang relevan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gagasan awal
belajar merupakan langkah atau tahap awal dalam belajar. Dimana sebagai
pengajar harus menentukan terlebih dahulu metode apa yang akan di gunakan dalam
proses belajar dan mengajar. Dengan demikian proses belajar mengajar akan
berjalan lancar dan sesuai dengan harapan.
Dengan mempelajari epistemologi, kita dapat
memiliki pemahaman yang jauh lebih mendalam mengenai suatu pengetahuan
dibandingkan jika kita hanya menerima dan memahami fakta-fakta pengetahuan saja
sehingga kita berpeluang besar untuk menemukan hal-hal atau teori baru.
Teori belajar adalah suatu teori yang di
dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara
guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas
maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah yang dikira,
dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat
menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan
tingkat kecerdasan siswa. Semua unsure ini
dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori belajar yang
dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan
dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.
3.2 Saran
Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari
itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penyusunan makalah kami selanjutnya.
No comments:
Post a Comment